Custom Search

29 September 2010

Jenderal TNI Purn Luhut Pandjaitan Bicara Soal Densus 88

Jakarta - Kemampuan Densus 88 kian berkembang, baik dari segi kemampuan individu personel maupun perlengkapannya. Meski demikian bagi Jenderal TNI (Purn) Luhut Pandjaitan, mantan Komandan Satuan-81 Kopassus/Detasemen-81 Anti Teror serta salah satu pendiri Densus 88, untuk mengatasi teroris tidak cukup hanya mengandalkan Densus 88 semata. Pelibatan TNI untuk mengatasi penanggulangan teroris juga diperlukan. Apalagi dalam UU TNI disebutkan, tugas TNI tidak hanya perang. TNI juga diamanatkan untuk mengatasi bencana serta terorisme.

Tapi pria kelahiran Simargala, Tapanuli, 28 September 1947, yang juga lulusan terbaik Akmil angkatan 1970, ini memprediksi tidak dilibatkannya TNI di setiap operasi yang dilakukan Densus 88 lantaran ada rivalitas. Densus dianggap masih malu-malu minta bantuan kepada TNI. Sementara TNI masih sungkan jika berada di bawah komando Polri.

Bagaimana pandangan Luhut tentang kinerja Densus 88 serta kasus kesalahpahaman pasukan itu dengan pasukan penjaga Lanud Polonia Medan, berikut petikan wawancara detikcom dengan Luhut Pandjaitan di Lt 11, Gedung Wisma Bakrie II, Kuningan, Jakarta Selatan:

Operasi Densus belakangan ini banyak disoroti sejumlah kalangan. Bahkan ada yang berpendapat untuk mengatasi teroris sebaiknya diserahkan ke TNI. Bagaimana pendapat Bapak?

Kalau sepenuhnya diserahkan kepada militer bisa repot. Itu darurat militer namanya dan jadi jauh ceritanya. Sekarang yang harus dilakukan Presiden cukup memerintahkan TNI harus terlibat dalam penanggulangan teroris. Sebab TNI dalam hal tertentu memang bisa terlibat dalam membantu polisi. Kita sekarang ini ada aset yang idle (stand by/siap), TNI kan punya sejumlah satuan antiteror, juga intelijen, raider yang penggunaannya itu siap kalau ikut dilibatkan.

Misalnya dalam pembebasan pembajakan pesawat Garuda DC-9 Woyla di Bandara Don Muang, Bangkok, Thailand tahun 1981. Indikasi awal akan adanya pembajakan sudah bisa dibaca sebelumnya lewat intelijen, seperti adanya penyerangan 14 anggota Komando Jihad yang menewaskan polisi di Kosekta 65 yang dikenal kasus Cicendo, Bandung, Jawa Barat dan kasus perampokan lainnya. Ini kan sama trendnya (kasus perampokan bank di Medan dan penyerangan Polsek di Sumut), hanya dulu itu intelijennya jauh lebih kuat dibanding sekarang.

Supaya intelijen sekarang bisa sekuat dulu, UU Intelijen harus kuat juga. Jadi ada upaya preventif. Misalnya seperti Internal Security Act di Malaysia dan Singapura. Dahulu kita memang punya yang namanya Kopkamtib (Komando Operasi Keamanan dan Ketertiban), tapi itu terlalu keras.

Nah, bagaimana supaya Security Act yang dibuat itu lebih kepada versi Indonesianya saja yang dibuat. Itu sederhana, misalnya kewenangan BIN, dalam upaya preventif itu bisa melakukan penahanan. Kalau polisi kan beda, menangkap orang itu harus sesuai bukti dulu. Intelijen kan berdasarkan dugaan, langsung bisa angkut. Hanya saja kan orang ketakutan ini bakal seperti Kopkamtib dulu lagi.

Jadi penguatan intelijen ini akan banyak kendala karena khawatir akan seperti dulu?

Seharusnya kan tidak, kan ada DPR yang melakukan kontrol. Atau juga bisa polisi yang menahan, mereka (intelijen) yang memeriksa. Tapi kalau kewenangan itu bisa diberikan, ya bisa juga.

Dalam UU TNI, TNI itu selain berfungsi menghadapi ancaman dari luar (perang) bisa juga menanggulangi bencana dan terorisme. Tapi implementasi untuk menangulangi terorisme sampai sekarang tidak ada. Join dengan polisi pun tidak ada. Mulai dari Bom Bali I, Marriot, Kedubes Australia, Bom Bali II, Mariot II dan Ritz Carlton belum ada join yang dijalin.

Kayaknya kita belum kapok-kapok juga. Atau mungkin rivalitas yang justru dibangun antara Polri dan TNI, itu keliru. Polri tak usah malu dibantu TNI, begitu juga sebaliknya. TNI sendiri mau kerjasama di bawah tertib sipil kok.

Bagaimana Anda melihat kinerja Densus 88 Polri?

Densus sampai saat ini oke-oke saja. Nggak ada masalah. Kalau ada kritikan itu kan biasa. Densus 88 Polri sebenarnya sudah bagus kemampuan dan prosedurnya. Saya tidak setuju kalau mereka terus dikritik dan dipojokan seperti itu. Mereka atau pun satuan antiteror di TNI itu sama. Saya mendukung mereka, hanya saja perlu koordinasi yang lebih baik dan adanya aturan yang lebih baik lagi, terutama di bidang intelijennya.

Densus sering dikritik melakukan kekerasan dan pelanggaran HAM dari beberapa kasus penggerebekan dan penangkapan? Bahkan menembak mati orang yang diduga teroris. Tanggapannya?

Kalau banyak korban yang jatuh dalam suatu operasi, tergantung kamu. Siapa yang kau tembak. Ya kalau teroris? Ya kan pilihannya cuma kill or to be killed, bunuh atau dibunuh. Memang saat ini ada alat atau senjata kejut, tapi yang kau hadapi itu teroris bersenjata. Coba saja sendiri hadapi mereka, yang di luar sering mengkritik itu coba saja hadapi sendiri atau suruh ikut. Jadi saya tidak setuju kalau Densus 88 Polri juga dikritik seperti itu. Sebab pilihannya, kita yang mati atau dia. Begitu kau go! (beroperasi) Ya harus seperti itu. Yang penting jangan menembak mati sanderanya. Sandera itu harus dijamin.

Seperti dalam kasus pembajakan pesawat Woyla oleh lima teroris kelompok Komando Jihad pimpinan Imran bin Muhammad Zein pada 28 Maret 1981. Anggota Kopasus mati satu. Kalau terorisnya tidak ditembak, berapa lagi korban yang akan jatuh di kita dan sandera tentunya. Jadi silakan yang mengkritik itu mencoba menghadapi situasi serupa.

Bagagimana dengan gesekan Densus 88 dengan TNI AU di Lanud Polonia?

Ya itu kan biasa. Agar semua anggota satuan antiteror tak bentrok di lapangan dengan yang lainnya. Makanya perlu koordinasi yang baik. Memang dulu saya usulkan ke Pak Benny (LB Moerdani). Dulu saya sebut sebuah badan, tapi bukan task force, tapi semacam badan yang bisa mengkoordinasikan semua operasi antiteror sejak tahun 1980-an. Tapi sampai sekarang belum kesampaian. Ini banyak cerita politiklah.

Padahal sebenarnya di dalam badan itu nanti melibatkan semua unsur, termasuk mulai keputusan presiden, para menteri dan departemen terkait. Sekarang saya dengar ada yang nama desk khusus di Kementerian Polhukam, Badan Nasional Penanggulangan Teror (BNPT), saya tidak tahu seperti apa itu konsepnya. Tapi ide itu sejak lama sudah ada. Badan koordinasi di Kementerian Polhukam ini saya juga tidak tahu seperi apa efektivitas kerjasama antar institusi itu sendiri. Mudah-mudahan ide lama itu bisa diterjemahkan dalam BNPT itu.

Selain itu kewenangan BNPT itu juga harus jelas. Dia bisa nggak atau berhak memberikan advice dan Presiden tinggal perintahkan. Jadi seberapa kewenangnya itu, saya tak tahu. Jadi jangan hanya sebaagi lembaga yang menerima semua laporan intelijen saja, tapi harus punya action. Sebenarnya membuat itu tak susah, asal ada kemauan saja kok. Kalau ada benturan di lapangan, ya pecat.

Kasus Medan dan Aceh itu sudah sangat cukup serius masalahnya. Alangkah bodohnya kalau kejadian lagi, tapi tak ada antisipasinya. Menurut saya, temen dari Polri dan TNI sama punya kemampuan. Kalau tak dipadukan, tak dikoordinasikan, ya sendiri-sendiri, mencar-mencar dan tak kuat. Supaya ini bisa menyatu, Presiden harus bikin aturan mainnya, kan selesai. Presiden tinggal perintahkan, bentuk badan yang dia mau. Memang militer tak boleh sepenuhnya mengambil alih, kecuali dalam Darurat Militer atau Darurat Perang.

Ada suatu green area yang masih lowong dan bisa tangkap baik oleh TNI atau Polri, yaitu penanganan terorisme. Lah, bayangkan bertahun-tahun TNI dilatih dan dibiyai triliunan rupiah, tapi tidak pernah digunakan.

Apa ada beda Densus 88 dan Sat-81 Gultor?

Saya kira mungkin sama. Tapi mungkin bedanya, Antiteror TNI seperti Sat-81 Gultor Kopassus mereka well prepared (siap siaga). Ketika kita buat Gultor, kita buat menjadi tiga grup di dalamnya, sehingga menjadi bagus. Saya ingat, karena saya saat itu pertama yang memimpinnya, semua mengalami rotasi. Grup yang selalu perang hutan dan antigerilya. Grup antiteror dan satu grup latihan. Ini selalu diputar satu grup ke grup yang lainnya, terus berputar, jadi rotasi anggota ke dalam suatu grup terus berputar dan tak pernah bosan.

Tapi karena sekarang tidak ada operasi seperti di Timtim dan sebagainya, semuanya berada di dalam. Model seperti ini sama yang berlaku di SAS (pasukan khusus anti teror di militer Inggris), Delta (AS), juga Detasemen-81 (nama lama Sat-81 Gultor). Kalau di polisi, dia hanya nyampur jadi satu lingkaran, saya juga tak tahu di mananya. Jadi saya tidak berani mengatakan kemampuan mereka di dalam. Tapi pengalaman dan latihan mereka masih kalah dengan yang di sana (TNI), karena seringnya latihan termasuk berlatih dalam operasi di hutan.

Bagaimana kondisi antiteror TNI yang tak pernah dipakai?

Ya oke-oke aja. Terus latihan, sekarang mereka terus latihan. Semua tetap semangat, ya semangat yang namanya tentara, tapi posisi idle. Sayangnya, kenapa kita tidak mau memanfaatkan skill seperti meraka itu. Tidak usah takut dan malu tersaingi.

Yang penting itu ada koordinasi yang baik dan aturan UU yang bisa memainkan pasukan TNI diperbantukan ke Polri. Mengenai struktur Densus langsung berada di Kapolri itu bisa saja, mungkin lebih bagus bila terpusat. Soal ketakutan malah dimanfaatkan dan tidak ada satuan pembinaannya. Ya masa nggak loyal sama komandan. Di TNI dan Polri itu kalau tidak loyal langsung dipecat, nggak ada yang sakti. Begitu pangkat dicopot, loyo dia. Jadi nggak usak takut-takut itulah. (zal/fay)

Pengamat: Kapolri dari Luar Institusi, Bukan Barang Haram

Jakarta - Menyusul berkembangnya wacana Jaksa Agung nonkarier, bergulir pula wacana Kapolri nonkarier. Pengamat menilai wacana ini dimungkinkan demi memperbaiki kepercayaan publik pada institusi Polri, walaupun untuk mencapainya agak menabrak perundang-undangan.

"Wacana penunjukan Kapolri dari luar institusi bukanlah barang haram. Adapun hambatan yang dimiliki dalam UU adalah suatu hal yang masih bisa diubah baik melalui Perppu atau revisi UU," kata pengamat politik dari Charta Politika Indonesia, Yunarto Wijaya, dalam email, Rabu (28/9/2010).

Menurut Yunarto, Kapolri dapat dikategorikan sebagai jabatan politis yang langsung di bawah Presiden. Posisi ini sama dengan jabatan Jaksa Agung yang seharusnya tidak terikat lagi oleh masa pensiun dan posisi karier.

"Secara situasional, apa yang terjadi terhadap Polri juga sangat mirip dengan kondisi Kejagung," kata dia.

Yunarto mengatakan telah terjadi degradasi kepercayaan publik kepada Polri dan Kejagung secara masif. Oleh karena itu wacana Kapolri dari luar institusi bisa menjadi pilihan untuk memulihkan kepercayaan publik.

"Penempatan seorang Kapolri dan Jaksa Agung dari luar institusi, bisa menjadi suatu terobosan besar yang bisa memutus rantai ketidakpercayaan publik," ujar Yunarto.

Prabowo Dukung Usulan Pemindahan Ibukota

Laurencius Simanjuntak - detikNews
Jakarta - Wacana pemindahan ibukota dari Jakarta terus bergulir. Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra Prabowo mendukung gagasan tersebut, namun dengan syarat anggaran yang cukup.

"Tiap hari macet. Sebentar lagi mungkin kita nggak bisa bergerak. Oleh karena itu saya mendukung ibukota pindah dari Jakarta. Tapi kalau kita punya uang," kata Prabowo.

Hal tersebut disampaikan Prabowo saat didaulat menjadi pembicara dalam sebuah diskusi bertajuk 'Tanah Untuk Rakyat' di Hotel Le Meriden, Jl Sudirman, Jakarta, Rabu (29/9/2010).

Mantan Danjen Kopassus tersebut menegaskan, pemindahan ibukota harus dibarengi dengan perbaikan kondisi keuangan negara. Selama ini, anggaran pemerintah selalu defisit sehingga perlu perencanaan matang soal wacana tersebut.

"Ratusan ribu motor dan mobil memenuhi jalan. Tapi tidak ada mobil dan motor buatan Indonesia. Apakah ini menguntungkan kita? Mereka hanya membuang dampak kemacetannya itu di negara kita," tegasnya dengan nada suara keras.

Sebelumnya, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memunculkan tiga opsi untuk mengatasi kemacetan di Jakarta. Pertama, membenahi Jakarta dengan membangun segala prasarana dan sarana transportasi yang baru di permukaan, di bawah permukaan, di atas permukaan.

Opsi kedua, melakukan pemisahan antara ibukota negara dan pusat pemerintahan. Ketiga, membangun ibukota yang baru. Ketiga opsi itu, masing-masing memiliki kelemahan dan kekurangan namun wajib diputuskan

Jimmy Carter Dirawat di Rumah Sakit

Cleveland - Mantan Presiden Amerika Serikat Jimmy Carter dilarikan ke rumah sakit setelah menderita sakit perut saat dalam penerbangan menuju Cleveland, AS. Atas saran dokter, pria berumur 86 tahun itu dirawat inap di rumah sakit.

"Atas rekomendasi dokternya, Presiden Carter akan beristirahat semalam di Metro Health Hospital di Cleveland dan berencana melanjutkan tur bukunya besok (Rabu waktu setempat) di Washington, DC.," demikian pernyataan Carter Center seperti dilansir kantor berita Reuters, Rabu (29/9/2010).

Carter seharusnya datang ke Joseph-Beth Booksellers di Lyndhurst, pinggiran Cleveland untuk menandatangani buku barunya "White House Diary". Namun gara-gara sakit, peraih Nobel Perdamaian tahun 2002 tersebut terpaksa mengecewakan puluhan orang yang telah menanti kedatangannya.

Presiden AS Barack Obama telah menelepon Carter begitu mengetahui kabar sakitnya. "Presiden Obama berbicara dengan Presiden Carter. Kedengarannya seperti dia baik-baik saja, mengingat dia akan kembali melakukan tur bukunya besok," ujar juru bicara Gedung Putih Bill Burton.

Carter selama ini aktif dalam diplomasi internasional, khususnya menyangkut warga AS yang ditahan di luar negeri. Carter juga aktif sebagai pengamat pemilu di sejumlah negara.

Bulan lalu, Carter pergi ke Korea Utara untuk mengupayakan pembebasan seorang guru AS yang dipenjara karena dakwaan masuk secara ilegal ke negeri komunis itu. Misi tersebut sukses. Carter meninggalkan Pyongyang bersama warga AS tersebut, Aijalon Mahli Gomes yang ditahan sejak Januari lalu.

Polri Tunggu Proses Sidang untuk Usut Pengakuan Gayus Soal Grup Bakrie

Jakarta - Polri belum bersikap terkait pengakuan Gayus Tambunan yang menerima uang dari Grup Bakrie. Polisi masih menunggu proses sidang berjalan.

"Biarkan proses hukum berjalan," kata Kapolri Jenderal Pol Bambang Hendarso Danuri di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (29/9/2010).

Kapolri enggan berkomentar lebih lanjut, termasuk apakah pihak-pihak terkait sudah dimintai keterangan tentang pengakuan Gayus di bawah sumpah itu.

"Saya tidak memberikan komentar," elaknya sambil tersenyum.

Gayus di persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (Jaksel) pada Selasa (28/9) mengaku total menerima uang US$ 3 juta, atas jasa membantu pembetulan SPT Pajak PT KPC dan Arutmin pada 2005-2006, kemudian juga membantu mengurusi perkara banding PT Bumi Resources.

Pengakuan Gayus itu dimentahkan Grup Bakrie. Apa yang disampaikan Gayus dianggap sebagai cerita lama.

"Kami kira Gayus perlu menyatakan dengan pengakuan yang baru kalau dia punya bukti," kata Corporate Secretary PT Bumi Resources, Dileep Srivastava, dalam pesan singkat kepada detikcom.
(ndr/nrl)

Warga Dievakuasi Tinggalkan Pusat Kota Tarakan yang Masih Mencekam

Tarakan - Suasana Kota Tarakan yang mencekam lagi membuat aparat mengungsikan warga. Beberapa warga terlihat diangkut truk meninggalkan pusat Kota Tarakan, tempat kerusuhan terjadi.

"Saya melihat truk-truk aparat melaju. Ada orang-orang di dalamnya, sepertinya evakuasi, mengarah meninggalkan pusat kota," ujar Anto, warga yang tinggal sekitar 1 km dari pusat di Jalan Mulawarman, Tarakan, Kalimantan Timur, Selasa (28/9/2010).

Anto menduga, truk-truk yang mengangkut warga itu mengarah ke Batalyon Infanteri 613 Raja Alam. Truk itu melintas sekitar pukul 22.30 Wita.

Suara tembakan juga masih terdengar beberapa kali. Asap memang sudah mulai mengecil tapi teriakan warga, seperti orang berkelahi masih terdengar. Situasi lengang dan mencekam, toko-toko di pusat kota di sekitar Jl Gadjah Mada sudah mulai tutup sejak pukul 20.00 Wita.

Sementara Kabid Humas Polda Kaltim Kombes Pol Antonius Wisnu Sutirta membenarkan bahwa situasi Tarakan mencekam kembali.

"Ya benar (ada ketegangan lagi). Tapi saya baru tiba di Tarakan, nanti saya informasi lebih lanjut perkembangannya," ujar Antonius ketika dikonfirmasi detikcom.

(nwk/nwk)

Rooney Absen Sampai Tiga Pekan

Wayne Rooney harus terpinggirkan untuk sementara waktu karena cedera. Akibatnya penyerang Manchester United dan Inggris itu harus absen sekitar tiga pekan.

SBY Lantik Panglima TNI Baru Pukul 15.00

Liputan6.com, Jakarta: Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada Selasa, di Istana Negara, Jakarta, akan melantik Laksamana Agus Suhartono sebagai Panglima Tentara Nasional Indonesia (TNI) yang baru.

Menurut informasi dari Biro Pers dan Media Istana Kepresidenan, acara pelantikan Agus Suhartono menggantikan Jenderal Djoko Santoso yang memasuki masa pensiun itu akan dilaksanakan pada pukul 15.00 WIB, Selasa (28/9).

Acara pelantikan akan dihadiri oleh jajaran kepala staf TNI, yaitu Kepala Staf Angkatan Darat Jenderal George Toisutta dan Kepala Staf TNI Angkatan Udara Marsekal Imam Sufaat.

Saat ini, Kepala Staf TNI Angkatan Laut masih dijabat oleh Agus Suhartono.

Sidang paripurna DPR pada Senin 27 September 2010 secara bulat menyetujui pengangkatan Agus Suhartono sebagai Panglima TNI. Panglima TNI baru itu oleh DPR diharapkan mampu menuntaskan agenda reformasi di tubuh TNI secara menyeluruh.

Semua fraksi di DPR menyetujui Agus sebagai satu-satunya calon yang diajukan oleh Presiden Yudhoyono itu setelah uji kelayakan dan kepatutan yang digelar pada 23 September 2010. (Ant)

Terima SMS Berantai, Ratusan Pedagang Panik

Liputan6.com, Bulukumba: Ratusan pedagang Pasar Sentral, Kabupaten Bulukumba, Sulawesi Selatan, panik. Mereka bergegas keluar pasar setelah mendapat pesan singkat atau SMS yang berisi ancaman pasar akan dibakar.

Isu kerusuhan dan pembakaran fasilitas umum sudah lama beredar sejak Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Kabupaten Bulukumba digelar. Para pedagang mengaku takut dan tidak akan berjualan sampai kondisi kembali normal.

Terkait teror SMS ini, Kepolisian Resor Bulukumba langsung mengamankan sejumlah fasilitas umum. Hingga Selasa (28/9), sedikitnya 400 personel diterjunkan langsung untuk mengantisipasi segala kemungkinan.(WIL/ANS)

Kapolda Sumut Intensifkan Kerjasama dengan Masyarakat

Liputan6.com, Medan: Dengan menggunakan sepeda motor dari Medan, Kapolda Sumetara utara, Irjen Polisi Oegroseno, Selasa (28/9) berkunjung ke sejumlah desa di Kecamatan Hamparan Perak, Deli Serdang. Sejumlah pasukan Brimob bersenjata lengkap mengawal ketat jalur yang dilintasi Kapolda.

Awas, Jentik Nyamuk di Balik Kulkas

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Jika Anda hanya mengawasi jentik nyamuk di bak air di kamar mandi, waspadalah. Ternyata jentik bisa berkembang dimanapun, tak terkecuali dibalik kulkas.

Sering kali lemari pendingin makanan ini yang meneteskan air di bagian belakangnya, dan ini sangat rawan sebagai tempat berkembangnya jentik nyamuk. “Masyarakat seringkali hanya mewaspadai bak air di kamar mandi,” kata Ariani Murti, Pelaksana harian (Plh) Kasudin Kesehatan Jakarta Timur, Senin (27/9).

Selain di balik kulkas, masyarakat juga harus memeriksa keberadaan jentik di semua benda dan tempat yang mungkin menjadi wadah air. Ariani mencontohkan vas kembang dan dispenser air minum.

Selain itu pula, untuk mencegah berkembangnya nyamuk demam berdarah, setiap keluarga harus memerhatikan lingkungan di sekitar rumahnya. “Justru sarang jentik lebih mungkin berada di luar rumah,” tambah Ariani.

September ini wilayah Jakarta Timur memiliki kasus demam berdarah (DB) terendah sepanjang tahun 2010, dengan 81 kasus. Dibandingkan dengan Agustus yang mencapai 664 kasus dan Juli 781 kasus.

Keadaan ini mengharuskan Sudinkes Jakarta Timur untuk lebih intensif melakukan tindakan sebelum masa penularan. Tindakan yang harus dilakukan meliputi penaburan bubuk abate, penyuluhan kepada masyarakat, dan pemberantasan sarang nyamuk.

Tindakan intensif ini ditujukan untuk mencegah terjadinya kasus luar biasa (KLB) demam berdarah pada awal 2011. KLB DB riskan terjadi pada Januari hingga April setiap tahunnya.

Sejak Januari hingga September ini tercatat 6.468 kasus DB yang ditemukan di Jaktim. Angka ini menurun dari tahun sebelumnya, yang pada periode Januari hingga Juni 2009 saja mencapai 6.778 kasus.

Kasus kematian karena DB pun menurun di Jaktim. Pada 2009 terdapat 9 pasien meninggal, pada 2010 hingga September ini tercatat 6 pasien meninggal dunia.