Custom Search

26 Oktober 2008

Hati-Hati Memakai Obat Asma

Prof Dr dr Syamsu SpPD KAI

Asma kini menjadi gejala yang sering terjadi yang menyebabkan penderitanya masuk rumah sakit.
Bahkan asma bisa menyebabkan kematian jika pengobatannya tidak dilakukan secara efektif.
Angka kejadian asma yang terjadi pada beberapa individu di berbagai negara sangat bervariasi.

Diperkirakan jumlah penderita asma pada tahun 2025 akan mencapai 400 juta orang.
Demikian rangkuman pidato Prof Dr dr Syamsu SpPD KAI saat dikukuhkan sebagai guru besar tetap bidang ilmu penyakit Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin (Unhas), Kamis (24/10).
Satu-satunya ahli alergi imunologi di Indonesia timur ini memberikan pertimbangan dan kewaspadaan bagi dokter dalam pemilihan obat asma yang diberikan kepada pasien.
Gejala asma yang terjadi dapat disebabkan karena faktor lingkungan maupun faktor genetik.
"Pengobatannya pun bervariasi dilihat dari berbagai aspek yang perlu dipertimbangkan dari individu tersebut dan faktor lain," ujarnya.
Setiap individu memiliki respon yang berbeda- beda terhadap obat asma yang diberikan.
Karena itulah, meski dosis yang diberikan sama namun kadar yang tertinggal dalam tubuhnya pun akan berbeda sehingga efek yang ditimbulkan akan berbeda.
Menurut Syamsu, ada beberapa golongan obat yang digunakan dalam pengobatan asma. Namun, yang paling sering digunakan adalah golongan Agonis A2.
Obat golongan ini dianggap lebih paten dan efek sampingnya lebih sedikit.
Cara pemberian obat-obat dari golongan Agonis A2 yang dianggap baik adalah dengan cara aerosol (semprot).
Keuntungannya yakni efek sampingnya sedikit, bekerja cepat, tidak merangsang lambung, dan mencegah asma yang mengancam.
Namun adanya kelainan genetik pada individu tertentu dapat menyebabkan respon yang berbeda terhadap obat asma.
Apakah obat itu tidak berefek, berefek hanya sedikit, atau bahkan memberikan efek yang tidak diinginkan.
Faktor keturunan (genetik), menurut Syamsu, memang sangatlah nyata dalam mencetuskan munculnya asma, mapun respon terhadap pengobatannya.
Oleh karena itu, pertimbangan matang harus diambil ketika hendak menggunakan obat-obat asma.
Karena, meskipun penggunaanya berulang dengan dosis yang tinggi, respon yang terjadi adalah tidak akan berefek atau bahakan menimbulkan efek yang tidak diinginkan.
Adanya kelainan genetik ini cukup memberikan pengaruh dalam hal pertimbangan pemilihan obat asma.
Namun, karena sampai saat ini pemeriksaan adanya kelainan genetik masih mahal dan belum dapat dijadikan pemeriksaan rutin, maka para dokter harus waspada dan mencurigai jika obat asma yang diberikan pada pasien tidak memberikan respon yang diharapkan.

Tribun Timur, Selalu yang Pertama